Selain Corona, Kasus Demam Berdarah juga Mengkhawatirkan

Selain Corona, Kasus Demam Berdarah juga Mengkhawatirkan
Ilustrasi - ist

JAKARTA, dawainusa.com Di tengah kecemasan publik soal penyebaran virus corona, ada masalah serius yang juga tak boleh dianggap sepele, yakni penyakit demam berdarah dengue (DBD).

Di Indonesia, angka persebaran DBD terus meningkat. Dalam catatan Kementerian Kesehatan (Kemkes) pada Kamis (12/3/2020), sudah ada 19.391 orang yang dilaporkan terjangkit DBD.

Baca juga: Corona dan Flu Musiman; Mana yang Lebih Mematikan?

Angka itu meningkat dari hari sebelumnya yang menyentuh angka 17.820. Merujuk pada laporan Kemnkes per Kamis, tercatat ada 132 orang meninggal akibat DBD di seluruh Indonesia.

Angka tersebut belum pasti. Bisa jadi angka penyebarannya lebih tinggi sebagaimana yang dilaporkan Kemenkes. Hal itu dikonfirmasi Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemkes Siti Nadia Tarmizi.

Menurutnya, angka persebaran DBD yang sesungguhnya  mungkin lebih banyak. “Mungkin saja kemarin-kemarin daerah-daerah itu belum melaporkan. Karena kalau 2000 (peningkatan kasus dari Rabu-Kamis) dibandingkan 371 kabupaten kota yang melaporkan, angkanya relatif kecil,” katanya seperti dilansir Tirto.

Ilustrasi
Ilustrasi – ist

Lampung Tempati Posisi Teratas

Terkait penyebarannya, Lampung menempati peringkat teratas kasus DBD, dengan jumlah kasus sebanyak 3.004. Di posisi kedua ada Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan kasus tercatat sebanyak 2.757.

Di posisi tiga dan empat ada Jawa Timur dan Jawa Barat yang berturut-turut mencatatkan 1.761 dan 1.420 kasus. Meski menempati peringkat teratas, kematian akibat gigitan nyamuk Aedes Aegypti di Lampung tidak sebanyak NTT.

Baca juga: Tertular Saat Dansa; Fakta di Balik Virus Corona di Indonesia

Dalam laporan CNN, jumlah korban yang meninggal akibat DBD di NTT sudah ada 32 orang, sementara Lampung 13 orang. Di bawah NTT ada Jawa Tengah dengan angka kematian 16, lalu Jawa Barat 15, dan Jawa Timur yang angkanya sama seperti Lampung.

Menurut Nadia, kelompok yang paling rentan terjangkit penyakit ini adalah usia produktif (20 tahun-40 tahun). Sementara yang paling rentan meninggal adalah anak-anak. Nadia mengatakan, gigitan nyamuk paling banyak terjadi di luar ruangan.

Hal ini menurutnya karena selama ini persepsi masyarakat, aktivitas PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) itu di rumah-rumah. Sekolah-sekolah kurang mendapat perhatian untuk dipastikan bebas jentik nyamuk.

Upaya PSN sebetulnya sudah menjadi perhatian Kemkes sejak lama. Namun, imbauan itu tak seluruhnya didengar. Pemerintah daerah justru baru bergerak memberantas habitat nyamuk ketika kasus telah membengkak.

“Kalau kita melakukan PSN sebelum masa penularan satu pekan sekali itu cukup. Tapi kalau sudah masa penularan, di kecamatan saja, contoh terkecil,berarti intervensinya harus di seluruh daerah,” kata Nadia.

Bupati Sikka
Bupati Sikka saat mengunjungi pasien DBD – ist

NTT jadi Sorotan

NTT adalah salah satu daerah yang menjadi sorotan utama Kemenkes, terutama Kabupaten Sikka. Diketahui, Kabupaten Sikka merupakan episentrum dari infeksi DBD di provinsi NTT.

Beberapa waktu lalu, Menteri Kesehatan RI dr. Terawan Agus Putranto mengunjungi pasien DBD di Rumah Sakit Maumere, Kabupaten Sikka. Terawan mengatakan, perlu pengecekan serius terkait akar masalah kasus DBD di Sikka baik dari segi edukasi, masalah lingkungan, atau masalah lainnya.

Baca juga: Arab Saudi dan Indonesia Positif Corona

Mengingat, dari 2.757 kasus, 1.216 kasus di antaranya terjadi di Sikka. Sudah ada 14 orang meninggal dunia, salah satunya anak perempuan berusia 7 tahun.

Pada Februari lalu, pemerintah daerah telah menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) atas wabah ini. Hingga sat ini, status tersebut belum dicabut. Kondisinya pun belum membaik. Pemkab Sikka memperpanjang status KLB sampai tiga kali.

Menurut Nadia, penyakit ini mewabah di Sikka karena beberapa faktor. Pertama ialah soal ketersediaan rumah sakit. Pada awal masa KLB, hanya ada satu rumah sakit yang bisa jadi rujukan.

“Ketika jumlah penderita meningkat, ada dua rumah sakit swasta yang jadi tambahan. Hal itu diperparah dengan keberadaan puskesmas yang tidak merata dan kapasitasnya kurang,” kata Nadia.

Idealnya, rumah sakit rujukan cukup merawat pasien DBD stadium 3 dan 4. Pada kondisi ini pasien memiliki trombosit antara 105 hingga 99 ribu, gusi berdarah sekali, pendarahan, dan sedikit bintik-bintik merah. Sementara puskesmas bisa digunakan untuk merawat pasien stadium 1 dan 2.

Ada pula, kata Nadia, “faktor masyarakat tidak mau dirujuk atau dirujuk terlambat sekali.” Hal lain yang memengaruhi tingginya jumlah kasus DBD di Sikka, kata Nadia, adalah lingkungan yang sulit air.

Hal tersebut membuat warga terbiasa menyimpan air di berbagai wadah, yang akhirnya menjadi medium berkembang biaknya nyamuk.

Jawa Tengah

Selain NTT, penyebaran DBD di Jawa Tengah juga meningkat. Salah satu lokasi paling terdampak adalah Kabupaten Temanggung. Dinas Kesehatan setempat mengatakan, tinggal satu kecamatan yang belum terjamah wabah ini.

“Hanya Kecamatan Bansari yang nihil kasus DBD,” kata Kepala Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kabupaten Temanggung, Khabib Mualim, Rabu (11/3/2020).

Baca juga: Mengerikan, Ini Penampakan Paru-paru Para Korban Virus Corona

Awal Januari 2020 hingga awal Februari 2020, DBD sebetulnya hanya terjadi di 60 desa di empat kecamatan dengan total 160 kejadian. Memasuki Maret, kasusnya melonjak tajam. Wabah ini menyerang hingga ke 115 desa di 19 kecamatan.

Total ada 470 kasus DBD yang tercatat sampai Kamis. Dari angka tersebut, 161 mengalami demam berdarah dengue (DBD), 202 kasus demam dengue (DD), dua kasus sindrom syok dengue, dan DBD yang diiringi kasus lain sebanyak 105.

Tiga orang meninggal dunia akibat wabah ini, satu orang dari Kecamatan Parakan pada Januari 2020, kemudian dari Manding Kecamatan Temanggung, dan satu orang terakhir dari Desa Pare di Kecamatan Kranggan pada Februari 2020.

“Namun untuk korban meninggal dari Pare itu diiringi penyakit lain, yakni kelainan hati. Penderita lainnya masih banyak yang dirawat di rumah sakit,” kata Khabib.

Diperhatikan Pusat

Saat ini, di tengah gempuran virus corona yang cukup meresahkan masyarakat, pemerintah pusat juga tetap fokus menangani masalah DBD.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto telah terjun langsung menangani masalah ini.

Baca juga: Cerita Marion Jola Jadi Juragan Kostan Sampai Pernah Usir Orang

“Ini juga menjadi atensi serius. Itu juga banyak korban,” kata Moeldoko di Istana Negara, Jakarta, Kamis (12/3/2020).

DBD adalah infeksi yang disebabkan oleh virus dengue yang dibawa oleh nyamuk. Penderitanya akan mengalami nyeri, demam, sakit kepala, kulit kemerahan seperti campak, dan nyeri otot.

Selain pemerintah pusat, ia mengatakan pemerintah daerah semestinya turut serta menangani masalah ini. Ia enggan menjawab apakah ada kemungkinan membentuk tim khusus seperti Corona. “Tak cek dulu ke menterinya,” kata Moeldoko.*

 

Artikel SebelumnyaCerita Marion Jola Jadi Juragan Kostan Sampai Pernah Usir Orang
Artikel BerikutnyaRaffi Ahmad Ungkap Kebiasaan Nagita Slavina Setiap Malam