Dawainusa.com – Sejumlah pihak menyatakan banyak kejanggalan dalam kasus penyiraman air keras yang menimpa Novel Baswedan.
Terakhir proses persidangan dua terdakwa menjadi perhatian publik karena dianggap janggal, mulai dari tidak dihadirkannya saksi-saksi dari pihak Novel, hingga tuntutan ringan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan dalih-dalihnya yang dinilai di luar nalar.
Baca juga: Sandiaga Uno: Belakangan Ini New Normal Salah Dipahami
Saksi-saksi dari pihak Novel dianggap sejumlah pihak penting karena melihat langsung sejumlah rangkaian peristiwa sebelum dan saat penyiraman terjadi. Apalagi mereka bertetangga dengan Novel.
Diketahui penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu diserang dua orang tak dikenal tidak jauh dari rumahnya usai solat Subuh di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara. Aksi penyerangan itu terjadi pada 11 April 2017 silam.
Melihat Gelagat Aneh
Salah satu saksi mengaku sebulan sebelum penyerangan terjadi, ia melihat ada beberapa orang dengan gelagat aneh di sekitar kediaman Novel. Menurut saksi, terlihat dari gerak-geriknya mereka seperti sedang mengintai keadaan rumah Novel.
“Satu bulan sebelum penyiraman kepada Pak Novel, saya sempat melihat ada orang asing yang mencurigakan. Mengapa saya harus memperhatikan mereka? Karena mereka memperhatikan rumah pak novel,” ujar saksi pertama dalam sebuah wawancara video yang diunggah di kanal youtube Amnesty International Indonesia pada Senin (22/6) lalu.
Saksi ini melanjutkan, dirinya kemudian keluar rumah untuk lebih memastikan gerak-gerik aneh beberapa orang tersebut. Dia keluar rumah sembari mengobrol dengan temannya. Dalam unggahan video itu, orang-orang yang memberi kesaksian tidak diungkap identitasnya.
“Kemudian saya keluar rumah sambil ngobrol dengan teman, mereka pindah dari tempat duduk mereka sambil jongkok memperhatikan rumah Pak Novel,” sambungnya.
Selain gelagat aneh dari beberapa orang, satu saksi lainnya yang ada di dekat lokasi penyiraman, meragukan salah satu terdakwa merupakan pelaku sesungguhnya. Diketahui ada dua terdakwa yang kini menjalani persidangan, yakni Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis.
“Sejauh ini saya hanya membandingkan lewat media, untuk satu orang saya tidak melihat karena memakai helm full face, yang jelas ada (satu orang) yang badannya gempal,” kata saksi kedua.
“Kemudian yang kedua, yang membuka helm dan berdiri, ada beberapa kemiripan dengan salah satu terdakwa, tapi mohon maaf saya rasa bukan orang itu,” imbuhnya.
Saksi kedua juga berharap dirinya diundang Jaksa untuk memberi kesaksiannya di pengadilan.
Dalam menggunakan dakwaan subsider, yakni Pasal 353 ayat (2) KUHP tentang penganiayaan berencana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman pidana dalam pasal ini paling lama tujuh tahun penjara.
Jaksa tidak mengenakan para terdakwa dengan dakwaan primer, yakni Pasal 355 ayat (1) KUHP penganiayaan berat jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara. Jaksa berdalih terdakwa tidak memiliki niat untuk melukai Novel.
Novel sendiri mengaku sudah tidak menaruh banyak harapan terhadap persidangan kasusnya.
Ia menilai, selama persidangan Jaksa terlihat seolah membela para terdakwa sehingga tidak melakukan pemeriksaan secara rinci, serta mengabaikan temuan-temuan dalam penyelidikan terdahulu.
“Sudah terlalu jauh dari nalar saya, susah untuk menaruh harapan dalam proses yang sedemikian jauh dari fakta-fakta dan kebenaran materiil,” kata Novel kepada wartawan, Selasa (23/6).*