Diskusi Publik II Polemik Rencana Pembangunan Pabrik Semen di Manggarai Timur

Diskusi Publik II pada Sabtu, 23 Mei 2020 dengan tema Telaah Lanskap Ekonomi Daerah dan Tantangan Kesejahteraan Masyarakat.

Diskusi Publik II Polemik Rencana Pembangunan Pabrik Semen di Manggarai Timur
Diskusi Publik II - elaah Lanskap Ekonomi Daerah dan Tantangan Kesejahteraan Masyarakat.

Press Release – Rencana Tambang dan pabrik semen di Lingko Lolok dan kampung Luwuk Manggarai Timur masih menjadi perdebatan dalam masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT), khususnya Manggarai raya.

Narasi besar yang dibangun pemerintah daerah Manggarai Timur adalah, pembangunan pabrik semen dapat menggenjot sektor ekonomi lokal guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Manggarai Timur sebagai salah satu daerah tertinggal dalam rilis pemerintah pusat awal Mei 2020.

Pertanyaannya, apakah sektor tambang /pabrik semen menjadi pilihan yang relevan guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi Manggarai Timur?

Data BPS dan kajian regional Bank Indonesia mencatat, kontribusi terbesar terhadap PDRB NTT dan Manggarai Timur dan Manggarai Timur berasal dari Pertanian, Perkebunan, dan Perikanan, bukan dari pertambangan.

Nilai PDRB Manggarai Timur atas dasar harga berlaku 2010 pada tahun 2019 mencapai 3,21 triliun rupiah.

Secara nominal, nilai PDRB di atas mengalami kenaikan sebesar 244 miliar rupiah dibandingkan dengan tahun 2018 yang mencapai 2,97 triliun rupiah. Kenaikan PDRB juga terjadi menurut harga konstan 2010, dari 1,93 triliun di 2018 jadi 2,02 triliun di 2019.

Selama lima tahun terakhir, dari 2015-2019, perekonomian Manggarai Timur dikuasai oleh lima kategori lapangan usaha. Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan menyumbang 44,78% (angka ini menurun dari 46,96% di 2015).

Selanjutnya, ada usaha Administrasi Pemerintahan sebesar 15,36% (naik dari 13,41% di 2015). Di posisi ketiga ada usaha Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil, dan Sepeda Motor yang menyumbang 12,80% (naik dari 11,65% di 2015).

Berikutnya, ada usaha Informasi dan Komunikasi sebesar 9,27% (naik dari 9,17% di 2015). Terakhir ada usaha Konstruksi sebesar 6,34% (naik dari 5,63% di 2015).

Penyebab menurunnya peranan Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan adalah karena berkurangnya luas lahan dan lambatnya kenaikan harga produk lapangan usaha tersebut.

Artinya, walaupun sektor ini menjadi penyumbang terbesar PDRB Manggarai Timur, potensi lapangan usaha tersebut sejatinya masih jauh lebih besar dari yang bisa ia hasilkan.

Dibanding dengan peranan sektor primer tersebut, sumbangan Pertambangan dan Penggalian terhadap PDRB Manggarai Timur relatif rendah selama lima tahun terakhir. Kontribusinya terus menurun dari 4,55% di 2015 menjadi 2,57% di 2019.

Menanggapi narasi yang dibangun Pemda Matim dan fakta statistik ekonomi Manggarai Timur di atas, kelompok diskusi Generasi muda manggarai mendalaminya dalam diskusi daring seri ke dua, Sabtu 23 Mei 2020 dengan tema POLEMIK RENCANA PABRIK SEMEN MATIM TELAAH LANDSKAP EKONOMI DAERAH DAN TANTANGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT.

Diskusi ini menghadirkan dua narasumer utama; Venan Haryanto ( Peneliti pada lembaga sunspirit for justice and Peace) dan Arischy Hadur (Direktur Policyresearch Organization Change Operator) serta penanggap yang merupakan pelaku ekonomi mikro yang berdomisili di Manggarai Raya; Yohanes Dambuk (Peternak Babi), Savio Mutu (peternak Ayam), Joe Leribun (Peternak dan Pengusaha Sayur).

Venan Haryanto dalam pemamparannya menjelaskan bahwa lanskap pembangunan di Manggarai Timur harus dilihat dari sudut pandang yang lebih luas, terutama visi pembangunan NTT dan flores, terutama kedaulatan agraria.

Lima poin utama dalam konteks kedaulatan agrarian yakni: 1. Kedaulatan Mata pencaharian, dalam hal ini mata pencaharian masyarakat Manggarai Timur yang mayoritas di bidang agraris. 2. Kedaulatan ekonomi, 3. Kedaulatan Pangan, 4. Kedaulatan ekologi Pulau kecil, 5. Kedaulatan Budaya.

Kelima poin di atas merupakan dasar pijakan pemerintah dalam merencanakan pembangunan ekonomi di Manggarai Timur.

Namun, Kedaulatan agraria di atas akan berhadapan dengan dua isu besar bidang ekonomi yakni Industri ekstraktif dan Pariwisata. Tambang batu gamping dan pabrik semen Luwuk- Lingko Lolok merupakan industri ekstraktif yang akan mengancam kedaulatan agraria masyarakat setempat. Penetapan flores sebagai Geothermal Island juga masuk dalam kategori tersebut.

Demikian juga dengan agenda pemerintah pusat terkait wisata premium untuk Labuan Bajo. Daerah sekitar Labuan Bajo (Manggarai Tengah, Manggarai Timur dan daerah lain di Pulau Flores) akan menjadi zona penyangga untuk Labuan Bajo. Hal ini juga mengancam kedaulatan agraria masyarakat Flores.

Venan menjelaskan, akan ada persoalan baru sebagai ancaman kedaulatan agraria yakni; pertama, ketimpangan agraria; penguasaan pada satu sisi oleh sekelompok orang yang memonopoli hak atas tanah dan dan penyingkiran pada sisi lain yaitu masyarakat lokal sebagai pemilik tanah. Kedua, pembangunan berbias kelas da yang ketiga adalah permasalaha ekologis.

Arischy Hadur (Direktur Policy Research Organization Change Operator) Secara khusus menyorot peranan dan fungsi desa dalam upaya peningkatan kesejahtraan masyarakat.

Arischy menilai, salah satu persoalan di wilayah Manggarai Timur adalah Pemerintah (Pemda) masih melihat desa sebagai wilayah administratif bukan sebagai kesatuan hukum masyarakat.dalam asas rekognisi, negara memberikan pengakuan dan penghormatan terhadap hak asal usul dan hak tradisional.

“Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia” (Pasal 1 UU Desa).

Potensi pertanian Manggarai Timur: Perkebunan Kopi berpotensi memperoleh omzet penjualan 5x biaya budidaya, Perkebunan Cengkeh berpotensi memperoleh omzet penjualan 3x biaya budidaya, Perkebunan Kakao berpotensi memperoleh omzet penjualan 11x biaya budidaya.

Sementara, gambaran potensi ekonomi wilayah kampung Luwuk dan Lingko Lolok; Tanah Lambaleda masuk dalam kategori Litosol, yaitu tanah berbatu yang terbentuk dari bebatuan yang belum mengalami pelapukan sempurna.

Tanah ini cocok untuk tanaman makanan ternak, palawija, dan tanaman keras. Luas Litosol Matim 97.811 Ha, Lamba Leda 20.003 Ha (Manggarai Timur dalam Angka 2017) Komoditi produktif Lamba Leda adalah Kemiri (591.95 Ton), Kopi (307.05 Ton), Mente (143.67 Ton). Yang paling banyak digeluti adalah Kemiri (3,979 KK), dan Kopi (2,183 KK).

Namun, potensi yang ada belum mampu mendatangkan kesejahteraan bagi masyaratak Manggarai Timur karena lemahnya system pemasaran dan belum adanya regulasi yang jelas dari Pemda yang mengatur lembaga keuangan desa, BUMD yang mengatur merk serta label produk lokal Manggarai Timur dalam pemasaran ke luar.

Menanggapi permasalahan tersebut, Pemda mencoba konsep kolaborasi antara BUMdes dengan BUMD dalam formula Likang Telu:Produksi (petani) sebagai Rumah produksi pasca panen, Konsumsi (rumah konsumsi) centra pasar baru, lembanga keuangan untuk memenuhi kebutuhan modal produksi.

Penanggap diskusi yakni pelaku ekonomi (pengusaha ) memberikan komentar berdasarkan pengalaman usahanya.

Yohan Dambuk: berdasarkan pengalamanya menjelaskan bahwa dengan kondisi modal yang kurang dan sistim pasar yang kurang jelas kolaborasi adalah pilihan yang relevan dengan masyarakat Manggarai.

Kolektif marketing; pasar yang diciptakan berbasis komunitas satu kampong satu koperasi, koperasi produktif. Dengan mengambil contoh peternakan berbasis komunitas.

Dengan sistem seperti ini Pemda cukup menyiapkan holding untuk mengkoneksikan rantai usaha tiap komunitas, sehingga produksi satu komunitas bisa memenuhi konsumsi pada komunitas yang lain.

Savio Mutu: Membaca peluang pembangunan Labuan Bajo sebagai destinasi wisata, kebutuhan konsumsi daging ayam meningkat.

Selama ini pasokan ayam di Labuan Bajo diimport dari Nagekeo, Bima, Jawa dan ditambah produksi lokal. Melihat persaingan pasar perlu adanya regulasi (Perda) perlindungan bagi peternak lokal.

Joseph Leribun: tantangan dalam bisnisnya adalah pasca panen yakni pemasaran, kontrol harga pasar serta akses pembeli (konsumen). Perlu dibuat perda yang melindungi peternak lokal dan patokan harga.

Joseph menilai Pertanian dan peternakan lebih cocok dan menyatu dengan masyarakat dalam peningkatan ekonomi daripada tambang.

Presentasi Venan Haryanto

Cuplikan Video berikut adalah presentasi Venan Haryanto dari Sunspirit for Justice and Peace.

Presentasi Arischy Hadur

Cuplikan Video berikut adalah presentasi Arischy Hadur, Direktur Policy Research Change Operator.

Sesi Tanggapan

Cuplikan Video berikut adalah sesi tanggapan dari Saudara Yohanes Dambuk, Savio Mutu, dan Joe Leribun.

Sesi Diskusi

Cuplikan Video berikut adalah sesi diskusi (tanya-jawab) antar-peserta diskusi.

 

(Generasi Muda Manggarai)

Artikel SebelumnyaDi NTT, Ada ASN dan 2 Anaknya Masuk Daftar Penerima Bansos
Artikel BerikutnyaUpdate Corona di NTT 25 Mei 2020: 85 Positif, 7 Sembuh, 1 Meninggal