Diskusi Publik Polemik Rencana Pabrik Semen di Manggarai Timur

Diskusi Publik Polemik Rencana Pabrik Semen di Manggarai Timur
Diskusi Publik #1: Telaah Hukum dan Prosedural Perijinan

Press Release – Rencana pembangunan pabrik semen dan penambangan batu gamping di Lingko Lolok dan Kampung Luwuk Kabupaten Manggarai Timur menuai pro dan kontra.

Sampai hari ini, masyarakat masih disuguhi oleh berbagai berita dan informasi yang simpang-siur terkait terkait rencana pembangunan pabrik ini serta perdebatan yang menyertainya.

Polemik ini mencuat sejak Bupati Manggarai Timur, Andreas Agas melakukan kunjungan kerja pada Selasa, 21 Januari 2020. Kunjungan itu kemudian disusul dengan dilakukannya sosialiasi oleh PT Semen Singa Merah NTT pada Kamis, 13 Februari 2020.

Dalam sosialisainya, PT Semen Singa Merah mengatakan bahwa perusahaan akan membangun pabrik semen dengan kapasitas 8 juta ton per tahun dan akan membangun pelabuhan berkapasitas 100.000 ton.

PT Singa Merah NTT sebagai pemrakarsa akan bekerja sama dengan PT Istindo Mitra Manggarai dalam pembangunan tersebut. Adapun PT IMM merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan.

Kedua perusahaan inilah yang nantinya akan membangun pabik semen dan penambangan batu gamping sebagai bahan baku semen di Manggarai Timur. Mengutip pemberitaan berbagai media, untuk lokasi pabrik semen ini berada di dua wilayah yaitu Kampung Luwuk dan Kampung Lolok.

Lokasi pertambangan batu gamping rencananya akan dibangun diatas lahan seluas 502 hektar yang berada di kampung Lolok. Sedangkan, pabrik semen akan dibangun di areal persawahan di kampung Luwuk.

Masyarakat yang berada di dua kampung tersebut memiliki sikap yang beragam dalam merespon pembangunan pabrik semen ini.

Dari 60 Kepala Keluarga (KK) yang ada di Kampung Luwuk, 19 KK memiliki sawah, sedangkan 41 KK lainnya tidak memiliki sawah. Dari 19 KK pemilik sawah tersebut, 8 KK mendukung dan 11 menolak pembangunan pabrik semen (Mongabay.co 15/05/2020).

Sedangkan untuk masyarakat di Lingko Lolok yang terdiri dari 103 jiwa atau 89 kepala keluarga (KK), terdapat 87 KK mendukung rencana pembangunan pabrik semen, sedangkan 2 KK menolak (Florespos.co.id 08/05/2020).

Bahkan dikabarkan, telah dibuat perjanjian antara pihak perusahan dengan warga Lingko Lolok, yakni pihak perusahaan membangun rumah untuk warga dengan ukuran 60 meter persegi, menyediakan air bersih, listrik 1.300 watt, uang kompensasi Rp150 juta per KK dan uang perabot Rp50 juta, harga tanah non sertifikat Rp12 ribu/m2, harga lahan bersertifikat Rp14 ribu/m2 (Florespos.co.id 08/05/2020).

Terkait dengan izin pembangunan pabrik semen ini, Bupati Agas mengaku telah mengeluarkan izin lokasi pabrik. Hal inilah yang kemudian membuat ekskalasi polemik pembangunan pabrik semen ini naik ke babak berikutnya.

Publik mengecam Bupati Agas karena dianggap tidak transparan dalam memberikan izin. Ia pun terkesan melampaui wewenangnya lantaran secara aktif turun tangan dalam melobi masyarakat.

Ada beberapa hal yang kemudian menarik untuk dibahas, yaitu terkait dengan mekanisme perizinan tersebut dan prosedur prosedurnya. Apakah dikeluarkannya izin tersebut dapat menjadi landasan operasi kedua perusahaan tersebut?

Lalu, dalam hal pertambangan, apakah kewenangan menerbitkan izin merupakan kewenangan Bupati? Apa yang menjadi landasan dari penerbitan izin pertambangan ini dan bagaimana prosedur perizinannya?

Karenanya, kami dari kelompok Generasi Muda Manggarai pada Sabtu, 16 Mei 2020 melakukan diskusi online via Google Meet yang dipantik oleh Gusti Dawarja, SH.,MH dan Herman Suparman dengan dimoderatori oleh Ren Warang.*

Pengantar Diskusi oleh Narasumber

Rangkaian Diskusi dan Tanya-Jawab

Artikel SebelumnyaCinta Lama Bersemi Kembali, Polisi Tembak Istri dan Selingkuhannya
Artikel BerikutnyaUpdate Corona NTT 17 Mei 2020: 68 Positif, 6 Sembuh, 1 Meninggal