Dawainusa.com – Seorang Warga Negara Indonesia (WNI) yang berdomisili di Los Angeles, California, Amerika Serikat bicara tentang kebenciant terhadap orang Asia alias Asian Hate.
Seperti yang diketahui, sejek merebaknya pandemi virus corona alias Covid-19, persoalan kebencian terhadap orang Asia atau Asian Hate marak terjadi di Amerika Serikat.
Dilansir dari RRI.co.id, Rabu (14/4/2021), WNI yang diketahui bernama Shanti Pangestu itu pun angkat bicara terkait masalah Asian Hate di sana.
https://www.youtube.com/watch?v=MhzZA85TB60
Baca juga: Terkait Kebakaran Kilang Pertamina, Begini Hasil Investigasi Ombudsman
WNI Bicara Kebencian Terhadap orang Asia
Pandemi Covid-19 yang telah merebak di seluruh dunia hingga saat ini tidak hanya menyebabkan banyak korban yang meninggal dunia.
Tetapi juga turut berdampak pada meningkatnya Asian Hate atau “Kebencian terhadap warga keturunan Asia” di sejumlah negara.
Persoalan Asian Hate tersebut kini tengah meningkat seperti di Amerika Serikat hingga Kanada.
“Kebencian terhadap warga keturunan Asia” merupakan hal yang juga dikhawatirkan oleh Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri.
Shanti Pangestu, WNI yang berdomisili di Los Angeles, California, Amerika Serikat, membagikan pandangannya terhadap fenomena tersebut.
Shanti mengaku, hingga saat ini belum terdampak langsung “Asian Hate”
“Saya sudah 20 tahun tinggal di Los Angeles dan di sini banyak orang Asia, saya tidak pernah merasakan itu (Asian Hate-red). Jadi, yang di film-film yang tersebar di media itu saya tidak tahu kenapa,” ungkap Shanti Pangestu dikutip dari RRI.co.id, Rabu (14/04/2021).
Meski demikian, Shanti menilai sebagai kaum minoritas di negara orang, penting untuk tetap mengedepankan sikap baik dan tahu diri.
“Kita tidak boleh menjadi orang yang “nyolot” istilah gaulnya ya. Ya, ikuti peraturan aja jangan nyolot, jangan menyinggung orang, kita harus tahu tempat karena kita adalah orang minoritas,” imbuhnya.
Shanti menceritakan pada satu kasus akibat tidak berperilaku baik, justru warga keturunan Asia itu sendiri yang menjadi penyebab terjadinya tindak kebencian yang berujung kekerasan.
“Seperti ada satu orang minoritas yang dihajar di subway (kereta bawah tanah-red) itu asal muasalnya saya dengar orang itu tidak pakai masker. Ketika ditanya dia malah mengatakan kata “N”, kata itu terhadap orang kulit hitam sangat tidak boleh sekali. Itu sangat menghina. Jadinya, waktu orang hitam menghajar orang Asia itu, terus terang menurut saya itu salah orang Asia itu sendiri,” jelas Shanti.
Baca juga: Pasca Bencana, Listrik 105 Desa di Pulau Adonara Belum Normal
Di sisi lain Shandir masih mengkhawatirkan kembali terjadinya aksi penembakan massal yang menyasar warga keturunan Asia.
“Yang saya khawatirkan jika penembakan massal itu mengambil kita sebagai korbannya. Sayakan orangtua, saya punya anak, jadi kekhawatiran terbesar saya adalah kalau ada penembak yang datang ke sekolah anak saya,” pungkasnya.
Seiring dengan gelombang kebencian terhadap warga keturunan Asia di Amerika Serikat, diikuti pula dengan aksi unjuk rasa menentang aksi tersebut.
Pekan lalu warga keturunan Asia di Amerika Serikat yang tergabung dalam New England Chinese American Alliance (NECAA), Chinese American Association of Lexington (CAAL), New Moon International Media Inc., dan lebih dari 50 organisasi ikut berpartisipasi dalam aksi demonstrasi yang berlangsung di Negara Bagian Massachusetts.
Pada aksi yang berlangsung di Boston Common Sunday itu, para demonstran mendesak agar para pendidik dan pemimpin sekolah di Massachusetts untuk menyertakan cerita warga Asia-Amerika ke dalam kurikulum pembelajaran di sekolah-sekolah.
Sementara itu, aksi penembakan brutal yang terjadi di tiga panti pijat dan spa di Atlanta, Amerika Serikat, pada 16 Maret menyebabkan delapan orang meninggal dunia, dengan enam diantaranya merupakan wanita keturunan Asia.
Pelaku penembakan merupakan seorang pria berusia 21 tahun yang disebut oleh otoritas setempat memiliki kecanduan seks.*