Dawainusa.com – Para petani kopi di Manggarai, NTT yang terhimpun di dalam Asosiasi Petani Kopi dan Jahe Manggarai (Apekam) rintis usah kafe.
Apekam merintis usaha kafe di di Jl Trans Flores, Desa Cireng, Kecamatan Satarmese, Manggarai.
Hal itu diungkapkan Ketua Apekam, Petrus Salestinus dalam keterangannya pada Senin, (24/5).
“Kehadiran kafe yang kami namakan Bengkes Coffe ini sebagai upaya meningkatkan nilai jual para petani kopi di Manggarai dengan suguhan utama kopi arabika,” kata Salestinus.
Baca juga: Viktor Sebut Kopi Manggarai Kelas Premium
Usaha Kafe dari Apekam Berkat Studi Banding
Dilansir dari AntaraNews, Salestinus menyebut, usaha kafe ini dirintis berkat inspirasi dari hasil studi banding.
Studi banding tersebut yakni pengelolaan kopi di Magelang Jawa Tengah dan Banyuwangi Jawa Timur, yang difasilitasi oleh Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) pada Maret 2021 lalu.
Pihaknya mendapat banyak masukan dari BPOLBF terutama konsep-konsep maupun asal mula gagasan pendirian usaha kafe tersebut.
“Sejak saat itu kami berpikir untuk membuka kafe ini dan siap mengaktualisasikan kegiatan itu salah satunya dengan mendirikan kafe ini,” katanya.
Petrus menyebutkan suguhan utama usaha kafe tersebut berupa jenis arabika S795, arabika yellow catura dan andong sari, serta Robusta.
Selain itu teh cascara (coffee cherry tea) yang berbahan dasar kulit kopi yang sudah dikeringkan.
Baca juga: PBNU Tegaskan Dukung Kemerdekaan Palestina sejak 1938
Ia menambahkan kehadiran kafe ini selain sebagai tempat minum kopi dan beristirahat juga menjadi tempat berdiskusi bagi para petani kopi anggota Apekam.
“Sehingga keseluruhan aktifitas dan progres Apekam mampu memberi kesejahteraan bagi anggotanya yaitu para petani kopi itu sendiri,” katanya.
Ia menambahkan Apekam sendiri lahir dari rahim petani kopi sebagai bentuk protes akibat ketimpangan harga kopi dengan jerih payah petani kopi yang tidak sebanding.
“Kami lahir benar-benar berpihak pada kepentingan petani termasuk usaha ini yang kami kelola secara transparan, kredibel, akuntabel,” katanya.
Direktur utama BPOLBF Shana Fatina menyampaikan mengapresiasi para petani kopi yang berupaya mewujudkan secara konkrit ilmu yang didapat dari berbagai diskusi bersama selama ini dan juga hasil pengamatan dari studi banding.
“Ini luar biasa, bayangkan hanya dalam waktu 14 hari yang awalnya cuma ngobrol santai, namun saat ini Apekam berhasil membuat kafe ini,” katanya.
Shana mengatakan sebagai fasilitator BPOLBF akan selalu mendukung para petani tersebut.
Oleh karena itu dibutuhkan kolaborasi dalam menyiapkan dan memperkuat sumber daya manusia dan kapasitas Apekam sebagai organisia yang mengusung komoditi kopi sebagai destinasi wisata unggulan.*